Sesudah kami menikah lebih dari 15 tahun, aku merasakan adanya kurang
puas istriku dalam hal hubungan seks kami selama ini. Beberapa bulan
terakhir ini apabila kami berhubungan, khususnya saat-saat istriku
gairahnya naik dan kemungkinan sedang menjelang orgasmenya dia selalu
mengerang dan mendesahkan kata-kata,
"Gede-in dong, Mas, ayoo, gede-in lagi, Mas.. Ayyoo. Mas aku pengin lebih gede lagii.."
Dan aku mesti tanggap akan desahan macam itu. Hal itu terutama karena
aku maupun istriku meyakini bahwa desahannya itu tak mungkin aku penuhi.
Penisku yang, yahh.., sedang-sedang saja mungkin jauh dengan khayalan
kami, aku dan istri, yang selama ini juga termasuk senang nonton BF baik
VCD maupun via internet.
Kita semua tahu tontonan fantasi itu banyak memicu libido kami yang
memang sering kami perlukan untuk mencari variasi dalam hubungan seks
kami. Dan di sana kita menyaksikan betapa para cantik dan tampan plus
perlengkapan mereka yang nempel sebagai bagian tubuhnya seperti penis,
buah dada dan pantat maupun yang palsu seperti "dildo" dan sebagainya
ukurannya sungguhlah ideal fantastis.
Dan itu akhirnya yang menjadi obsesi kami, termasuk yang akhirnya
tersalur dalam desahan istriku tadi. Suatu malam ketika kami dalam
keadaan asyik masyuk, pada saat-saat menghadapi puncak-puncak gairah
birahi, kudengar kembali desahan itu,
"Mas, gede-in dongg.., ayyoo, mass.. Gedeinn.., aku pengin yang gedeeii.. Mass..".
Ah, Surti.., benarkah ucapanmu itu..?? Benarkah ke-inginan kamu itu..??
Aku setengah bertanya dalam bisu. Aku tidak berani bertanya secara
langsung.
Aku belum tahu akan risikonya apabila dia benar-benar menginginkan hal
itu. Aku juga takut kalau dia benar-benar menginginkan dan aku tidak
mempedulikan. Aku merinding dan gemetar kalau membayangkan dia sendiri
yang mencari jalan diluar pengetahuan saya. Aku sangat takut dia
melakukan selingkuh. Aku sangat mencintainya. Aku percaya, kalau dia
mau, dengan gampang mendapatkan lelaki macam manapun yang dia inginkan.
Kecantikan dan sensualnya akan dengan cepat membuat setiap lelaki siap
memuaskan syahwatnya.
Aku sangat menderita apabila memikirkan semuanya itu. Aku demikian
gelisah dan gundah hingga sering terbawa dalam mimpi-mimpiku. Hanya pada
mimpiku terakhir beberapa malam yang lalu dari tidurku yang sama sekali
sulit untuk nyaman, aku mendapatkan perasaan yang aneh.
Sepertinya aku sedang menyaksikan istriku digauli dan berhubungan seks
dengan seorang pria yang sangat tampan. Yang aneh adalah aku merasakan
birahi saat menonton Surti yang berteriak histeris dilanda nikmat
syahwatnya. Sayang aku terbangun sebelum mimpiku selesai. Penisku
ngaceng dan birahiku yang masih menyala-nyala mendesak-desak untuk
diselesaikan. Pagi itu aku melakukan onani tangan dengan mengingat-ingat
bagaimana istriku dengan penuh nafsu secara aktif meladeni segala
kemauan pasangannya sebagaimana yang kusaksikan dalam mimpiku. Aku
merasakan kepuasan yang amat sangat saat spermaku muncrat-muncrat..
Yaa.., aku merasakan kepuasan syahwat yang luar biasa dengan mengingat
gambaran istriku digauli orang lain. Sejak saat itu, aku sering onani
dengan membayangkan istriku Surti, digauli lelaki lain.
Pada suatu hari saat aku beranjak pulang dari kantor, saat aku bosan
dengan berbagai hal aku iseng beli "koran got". Aku suka sebut dengan
"koran got" itu karena isinya memang pantes untuk dicemplungkan ke-got
saja. Isi koran itu hanya penuh berita kriminil, kecelakaan yang
serem-serem atau cerita hantu atau penyelewengan suami istri yang
diungkapkan secara vulgar. Tetapi koran itu sangat laris. Pembacanya
adalah masyarakat kelas bawah yang memang haus hiburan seperti tukang
ojek, supir metro-mini atau pedagang K-5.
Singkat cerita sesudah membaca "head line"-nya aku langsung aku
membuka-buka halaman bergambar untuk sekedar pelipur lara dan tak
kulewatkan juga membaca larik-larik iklan mini.
Pada kelompok iklan Panti Pijat aku baca sederet iklan.
Ternyata banyak informasi yang membuat libido bergoyang. Antara lain,
lihat, Panti Surgawi, buka 24 jam, sedia pemijat cantik dan ganteng.
Hubungi no. HP xx8907. Kemudian lainnya, Pijat Gairah untuk suami istri,
ditanggung memuaskan, hubungi 021-8877xx. Dari sekian iklan itu
tiba-tiba ada iklan yang menarik bagiku, bunyinya begini, Pijat Sehat
hubungi Pria, Ramon, usia 28 tahun, turunan Arab, tinggi 175 cm, berat
65 kg, tampan, berkumis dan bulu dada, size 18/5, ditanggung memuaskan.
Bisa dipanggil ke rumah atau hotel. Hubungi 24 jam, HP no. 0818xx.
Ah, aku jadi langsung ingat istriku. Aku mau tunjukkan padanya iklan
macam itu. Aku pengin tahu, adakah macam itu yang memang dia butuhkan.
Yah, tetapi aku tetap harus hati-hati, agar tidak meninggung
perasaannya. Cari" timing"-lah.
Tadi malam aku kembali mendengar desahan itu. Saat-saat aku konsentrasi untuk melepas spermaku dia kembali,
"Gede-in Mas, ayoo.., gede-in dulu Mas.. Yang gede yang enak, Mas..".
Bagaimana mungkin? Dan aku terus saja mengayunkan kemaluanku yang
pas-pasan ukurannya ini hingga spermaku tumpah ke liang vaginanya.
Tetapi kali ini ada yang aku cemaskan.
Kali ini dia, Surti istriku ini mengakhiri hubungan seks tanpa
mendapatkan orgasmenya sama sekali. Aku tahu itu. Aku tahu apabila dia
mendapatkannya dia akan menunjukkan luapan emosi syahwat yang nyata
banget. Tetapi kali ini tidak. Dan itu nampak membuatnya kecewa dan
menderita. Dan akhirnya kami tidak bisa tidur hingga larut malam. Pada
kesempatan itulah aku tunjukkan padanya koran yang kubeli dan kusimpan
untuknya.
"Bagaimana, Ma, kalau itu kita coba saja? Mama percaya nggak ada iklan ini?"
Istriku ini sesungguhnya sangat pemalu, termasuk di depan aku suaminya.
Walaupun dia baca juga iklan itu dia nggak akan menjawabnya untuk
tawaranku macam ini. Dan akulah yang harus mengerti sendiri jawabannya.
Dan ada satu hal lagi, yang rasanya kini justru datang dari aku sendiri.
Kebiasaanku onani dengan membayangkan lelaki lain menyetubuhi istriku
Surti mendorong syahwatku untuk melihat secara nyata kejadian itu.
Aku ingin mimpi-mimpiku itu menjadi kenyataan. Duhh.. Gigiku gemelutuk
menggigil dan gemetar dengan apa yang mungkin akan terjadi..
Aku jumpa istriku saat sama-sama kuliah di UKI. Dia adalah yuniorku
dengan selisih 3 tahun kuliah. Surti, demikian panggilannya, memiliki
postur tubuh yang langsing dan getas. Dengan warna kulitnya yang coklat
kuning, dia masih termasuk punya darah biru. Kecantikannya dikenal di
seputar kampus. Dari sekian pesaing, akulah yang beruntung menjadi
pemenangnya untuk mengajak ke pelaminan.
Orang tuanya masih ada hubungan sebagai cucu raja Jawa, entah dari
permaisuri atau selir yang ke sekian. Dengan tinggi yang 167 cm dan
berat 55 kg, dia nampak sangat sportif dan lincah. Sepintas posturnya
mengingatkan figure Dyah Permatasari yang bintang sinetron itu. Dua
orang anak hasil perkawinan kami dibesarkan di Solo sesuai dengan
keinginan mertua kami agar lebih mengenal tradisi dan budayanya.
Di Jakarta kami masing-masing punya kegiatan dan bekerja. Kami memiliki
cukup materi dan lingkungan social yang baik. Kami sama-sama sepakat
bersikap demokrat dan liberal dalam memandang liku-liku kehidupan ini.
Kami terbiasa berfikir positip dalam banyak hal. Dalam hal hubungan
seks, saat ini kami lakukan sebagai penyaluran kebutuhan biologis
semata. Dan itu kami lakukan dengan semangat rekreasi dengan penuh
kesenangan.
Dan untuk masalah iklan tadi kini aku nggak akan tanya untuk yang ke 2
kali. Aku cukup lihat cahaya di matanya. Aku tahu aku harus mengambil
inisiatip. Artinya dia mempercayakan padaku dan aku bertanggung jawab
atas apapun risiko yang akan dihadapi. Saat itu pula, jam 23.35 WIB,
tanpa ambil risiko memakai nomer telpon rumah, aku putar no. HP-nya
melalui HP-ku.
Sesaat kemudian ada jawaban. Ternyata aku berhadapan dengan mesin
rekaman yang minta agar aku merekam pesanku pada HP-nya. Aku lakukan
dengan cukup mengatakan, "Hubungi kami segera".
Ternyata tidak sampai 10 menit HP-ku bergetar. Aku memandang istriku,
tetapi dia nampak acuh saja. Kuraih HP dan kubuka jawaban, "Hallo".
Benar, aku menghadapi dan berbicara dengan Ramon. Dia minta maaf tidak
segera membuka HP-nya karena kebetulan sedang membereskan buku-bukunya.
Dia ceritakan bahwa saat ini sedang melanjutkan kuliah untuk meraih
S2-nya. Dia seorang arsitek. Dia memang memerlukan dana untuk kelanjutan
kuliahnya. Dia menyerahkan padaku di mana dan kapan kami sama-sama
jumpa. Dan dia sangat tahu problem macam kami. Dia akan berusaha
sebisanya untuk menolong kami, katanya. Ah, kedengarannya santun dan
intelek banget. Benarkah?
Aku ceritakan pembicaraanku dengan Ramon pada istriku. Dia tetap saja
menunjukkan ke-acuhannya. Tidak menolak dan tidak meng-iya-kan. Mungkin
dia malu untuk menunjukkan girangnya. Siapa tahu.
Aku janji besok untuk mendapatkan konfirmasi tempat di mana yang paling
nyaman dan aman. Kami tidak ingin hal macam ini mesti ketemu orang lain
yang kami kenali.
Hotel IBS, kamar 534 & 535
Sesudah berpikir-pikir dan berputar-putar akhirnya aku memilih yang
paling aman dan nyaman, Hotel IBS berbintang 4, yang terletak di
seberang perempatan Manggala Wana Bhakti. Hotel itu merupakan group
hotel Internasional. Hotelnya tersebar di seluruh dunia.
Di Jakarta mungkin ada 3 atau 4 hotel dari group dan nama yang sama.
Sesudah konfirmasi dengan istriku, OK atau tidak nya, kemudian dengan
Ramon untuk menetapkan waktu dan tempatnya, aku pastikan untuk booking 2
kamar connecting door dengan no. 534 & 535. Ini sebetulnya
permintaan istriku, yang akhirnya keluar juga omongannya, alasannya
nanti dia akan ceritakan saat ketemu sore nanti.
Dengan cara rasional dan praktis saja, aku dan istriku sepakat ketemu di
restoran hotel jam 19.00 wib. Kupikir ada baiknya si Ramon juga kami
temui dulu di tempat tersebut. Jadi kami sama-sama makan malam sekalian.
Ternyata aku dan Ramon datang lebih dulu. Istriku belakangan karena
terjebak macet dari kantornya yang di jalan Sudirman. Sementara menunggu
aku sempat sedikit memberikan introduksi kepada Ramon bagaimana kami
sebagai suami istri. Aku tidak tahu apakah hal ini ada gunanya. Dan yang
lebih penting lagi, ternyata Ramon ini orangnya sangat "handsome" dan
nampak cerdasnya.
Dari ceritanya yang tak terlampau banyak, aku tahu bagaimana dia
memandang hidup ini juga pragmatis dan positip saja. Jadinya tidak
begitu beda dengan kami. Mengenai usia istriku yang hampir 38 tahun,
lebih tua 10 tahun dari dia, bagi Ramon nggak masalah.
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jasa untuk Ramon tidak ada
masalah. Dia akan tidur menemani istriku hingga besok pagi. Dan, sesuai
dengan yang tersebut dalam iklannya, dia juga tawarkan kepadaku
kemungkinan untuk "threesome", bersama bertiga dalam satu ranjang.
Jawabanku adalah, untuk yang pertama ini biarlah aku menyaksikan saja
dari balik pintu kamar sebelahnya.
Nampak istriku di ambang pintu restoran mencari kami dan kemudian
mengajukan langkahnya. Duh, cantik benar Surtiku ini. Mungkin dia datang
terlambat untuk ke salon mempercantik diri dulu. Lihatlah, lantai
granit restoran yang mengkilat ini membuat bayangan tubuhnya bak
peragawati sedang melangkah-langkah di "catwalk"-nya. Dia benar-benar
bidadari.
Dan sesaat sesudah istriku datang dan sejenak duduk, sambil bersalaman
kenalan dengan spontan penuh kekaguman Ramon membisikkan padanya bahwa
"Jeng Surti" amatlah cantik. Hal ini menjadi sangat penting dalam
perjalanan petualangan ini selanjutnya.
Sikap istriku langsung cair yang ditunjukkan dengan senyumannya yang
sangat menawan itu. Panggilan "jeng" yang lekat dengan budaya Solo ini
membuatnya langsung akrab antara ke-duanya. Ramon ini sangat paham
psikologi orang rupanya. Tentu saja, walaupun kobaran cemburuku menyala,
hatiku gembira melihat perkembangan yang terjadi.
Syahwatku mengaliri urat-urat darahku. Kini aku sangat ingin selekasnya
menyaksikan bagaimana istriku ini digauli orang lain. Aku pengin melihat
bagaimana dia menerima kenikmatan syahwat yang akan diberikan Ramon
padanya. Aku pengin lihat bagaimana wajahnya yang terhanyut dalam ayunan
gairah libido bukan dengan aku, suaminya. Dan aku pengin lihat,
bagaimana istriku menikmati kemaluan Ramon yang gede itu. Ahh.., rasanya
celana dalamku menyesak.
Selama makan malam, beberapa kali aku meninggalkannya dengan alasan ke
toilet atau apa. Aku ingin memberikan kesempatan menjalin keakraban di
antara mereka. Nampaknya mereka tahu dan memahami tingkahku. Mereka
gunakan se-efektif mungkin untuk saling lebih dekat.
Jam 20.30 wib, saat yang pas untuk menyelesaikan acara makan malam ini.
Pada Ramon aku berikan kunci kamar 534. Aku ceritakan mengenai
"connecting door"-nya itu. Dia langsung beranjak menuju ke kamarnya. Aku
jalan sama istriku ke kamar 535.
Rupanya istriku ingin mendapatkan kepastian dariku. Di dalam lift,
kebetulan nggak ada orang lain, dia melakukan cek & recek, bahwa aku
benar-benar mendukung ide ini. Apa lagi dia tetap memberikan kesempatan
padaku untuk mengawasi apapun yang nanti berlangsung. Untuk itulah
perlunya ada 2 kamar.
Dia bilang akan kagok apabila aku langsung berada sekamar saat dia
bersama Ramon tidur bersama. Tetapi dari kamar lain "silahkan buka
sedikit", agar aku bisa mengawasinya selama Ramon berada sekamar
dengannya. Walaupun dia sampaikan tidak beruntun, karena birahinya sudah
mulai mengganggu konsentrasinya, dia sampaikan idea dan pemikiran logis
yang telah dia pertimbangkan itu.
Saat kami memasuki kamar, aku langsung membuka "connecting door"-nya,
dan kami ber-tiga kembali berkumpul. Kami cairkan suasana lebih dahulu.
Kami ngobrol dulu sesaat. Ahh.. Yang rupanya Ramon sangat profesional
dan menguasai medannya, dia mulai memanaskan suasana. Tanpa canggung,
dia mendekat dan duduk nempel istriku di pinggiran tempat tidur.
Dia raih tangan istriku dan mengelusinya, sambil cerita bab lain,
misalnya masalah Pemilu tahun 2004 dan Siapa Presiden yang tepat untuk
Indonesia ini? Sehingga kami semua jadi terpancing memberikan respon.
Dan istriku mendapatkan jalannya untuk bersikap lebih wajar, tanpa perlu
serta merta menarik tangannya, karena kagok atau malu padaku. Dan aku
sendiri berlagak acuh, walaupun adikku di belakang celanaku ini mulai
memberontak dan mendesak-desak.
Tahu kalau istriku membiarkan tangannya membelai, Ramon bergerak maju
lagi. Dia mempepetkan lagi duduknya, meraih pinggang dan menempelkan
hidungnya ke pundak Surti. Dari rona wajahnya yang me-merah aku rasa
Surti mulai menggelinjang. Ini adalah lelaki pertama yang bukan suaminya
yang telah menyentuhinya. Apalagi Ramon ini sangat tampan. Belum lagi
informasinya tentang ukuran alat vitalnya yang selama ini selalu
terungkap penuh rindu dalam desahan-desahan birahinya.
Terus terang aku hampir tak mampu menahan rasa cemburu yang luar biasa
yang sebelumnya aku pikir akan mudah kuatasi. Tetapi saat melihat
langsung di depanku bagaimana lelaki itu memeluki Surti dan sebaliknya
istriku ini nampak memberikan respon aktif, hatiku panas serasa
terpanggang di atas bara. Jantungku berdegup kencang. Bukannya aku
menyalahkan mereka semata, tetapi lebih kepada sikap pecundangku. Lelaki
macam apa aku ini?!
Anehnya, di sisi lain aku menikmati rasa cemburu sebagai perangsang
sensasi syahwatku. Penisku ngaceng menerima siksaan cemburu luar biasa
yang menyala-nyala dan membakar diriku.
Kulihat rona wajah istriku semakin me-merah. Dia memandangku sejenak.
Seakan memerlukan kepastian dariku. Aku acungkan jempolku yang gemetar
menahan cemburuku sebagai kode dukunganku pada mereka. Kemudian dia
mulai dengan tanpa canggung untuk menaruk pundaknya di dada Ramon.
Duuhh.. Ampuunn.. Sepertinya mataku kena 'vertigo'. Topik omongan soal
calon Presiden jadi semakin kabur dan kehilangan konteks. Dan aku
sendiri sudah harus ancang-ancang untuk 'lengser' ke kamar sebelah.
Dan saat tak ada lagi keraguan dan kecanggungan di antara keduanya, dan
saat perkembangan di lapangan demikian maju yang ditandai dengan bibir
ketemu bibir antara Ramon dengan istriku, aku langsung berdiri dengan
limbung.
Kusaksikan bibir mungil Surti istriku menjemput bibir lelaki lain yang
bukan suaminya itu. Bibir mungil Surti mengatup menggigit kecil bibir
Ramon. Dan Ramon me-respon dengan penuh nafsu yang memang sejak jumpa
pada awalnya tadi aku sudah perhatikan bahwa Ramon ini sangat terpesona
akan kecantikan seksual istriku. Mereka semua akhirnya tanpa canggung
melakukan itu di hadapanku. Aku berusaha cari pegangan untuk meneguhkan
hati. Bukankah itu gagasanku sendiri, dan juga karena aku yang
mendorongnya, mengatur dan membolehkannya. Dasar pecundang, uuhh..
Sakitnyaa..
Nampak di mataku dinding-dinding kamar bergoyang. Aku berjingkat menuju
ke kamar 534 sebagai seorang suami yang kalah dan membiarkan istrinya
digauli lelaki lain. Selanjutnya keadaan menjadi hening.
Tak ada suara-suara kecuali pukulan jantung pada dadaku. Yang kemudian
kudengar ialah bunyi halus gesekan lembut dari gerakan Ramon dan
istriku. Mungkin mereka rebah bergulir dan berguling ke kasur. Kupingku
juga menangkap bunyi samar-samar kecupan bibir-bibir mereka. Aku
berpegangan pada dinding..
Sebagaimana yang direncanakan, aku berkesempatan menyaksikan Ramon
menggauli Surti istriku melalui 'connecting door' ini. Dengan mematikan
seluruh cahaya yang ada di kamarku, aku leluasa menyaksikan Ramon dan
istriku tanpa mengganggu keasyikan mereka. Yang nampak hanyalah celah
pintu yang gelap.
Kulihat Ramon turun sebentar, sepertinya atas permintaan istriku, untuk
mematikan lampu besar, sehingga yang ada adalah cahaya remang-remang
yang datangnya dari arah kamar mandi. Akibatnya suasana menjadi lebih
romantis dan dramatis tanpa mengurangi kejelasan pandanganku pada mereka
berdua.
Derita yang Nikmat
Sebelum kembali berguling ke kasur, Surti maupun Ramon saling melepasi
busana pasangannya hingga setengah bugil. Kulihat jari-jari lentik Surti
berani dan tanpa ragu meraih ikat pinggang Ramon untuk melepasinya.
Tangannya menarik resleiting celana dan me-melorotkannya hingga jatuh ke
lantai. Aku sungguh heran, karena ulah itu tak pernah dia lakukan saat
bercumbu denganku.
Sementara itu Ramon juga melepasi kancing-kancing blus istriku kemudian
rok bawahnya. Kini yang tinggal hanyalah pakaian dalam mereka. Istriku
Surti nampak amat sensual. Aku jadi terheran, tubuhnya yang sangat indah
dengan wajahnya yang merona karena mengandung gejolak syahwat membuat
dia menjadi ratusan kali lebih cantik dari biasanya. Aku tak pernah
melihat gairahnya yang macam itu selama ini.
Dengan CD dan BH Armani-nya yang putih membuat si cantik ini menjadi
Diva. Sepertinya aku menyaksikan dewi Banowati yang sedang turun dari
peraduannya untuk menyongsong satria impiannya Arjuna. Rasa-rasanya
untuk semua ini, Surti benar-benar menyiapkan diri tanpa setahuku. Bukan
kebetulan kalau hidungku sempat sepintas menangkap semerbak bau Channel
no.5 yang mahal banget itu yang akan dengan cepat bisa merangsang nafsu
seksual lelaki manapun.
Menyaksikan semua yang berlangsung di depan mataku itu cemburuku
menggelegak menyertai dan membakar sanubariku. Darahku langsung panas
dan naik meloncat ke-ubun-ubun. Mataku nanar menyaksikan sebuah sensasi
perselingkuhan isteriku dengan lelaki lain yang justru aku sendiri yang
merancang dan menyiapkannya. Jantungku memukul-mukul dadaku seakan
hendak berontak meledak. Tetapi kesadaranku secepatnya berusaha melerai.
Bukankah ini juga keinginanmu? Keinginan syahwatmu? Kenapa mesti
cemburu? Nikmatilah! Saksikan hal-hal yang akan terjadi di depan matamu
kini dan nikmatilah.
Sementara itu sang Arjuna Ramon tampil seperti lelaki yang anggun. Wajah
Semit-nya masih tergurat dari hidung dan kumisnya yang lembut itu.
Dadanya yang penuh bulu lembut rasanya nikmat untuk jadi sasaran jilatan
dan gigitan Surti. Bulu-bulunya itu berkesinambungan turun hingga
tepian CD Charles Jourdan-nya yang kemudian lanjut pada kedua tungkai
kakinya. Dan pasti bulu-bulu itu melebat di selangkangan dan seputar
kemaluannya. Nampak penisnya membuat guratan besar melintang di Charles
Jourdannya dengan alur ke-arah kanan sepertinya bungkusan pisang tanduk
dari Bogor.
Penisku langsung ngaceng banget seperti dongkrak membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi.
Sejenak mereka saling memandang. Dari raut wajahnya nampak sekali mereka
saling mengagumi dan terpesona. Kemudian dengan senyuman-senyuman yang
penuh syahwat mereka saling berangkulan. Bermenit-menit mereka berpagut,
saling memainkan bibir dan lidah dan sedot-menyedot sebelum akhirnya
kembali berguling ke kasur.
Sebagai pelayan jasa Ramon menunjukan servicenya yang prima. Dengan
kelembutan yang dahsyat, dia meneruskan pagutan bibirnya, Tangan kirinya
memeluki tubuh Surti dan tangan kanannya mulai bergerilya mengelusi,
meremas, mencubit kecil dan mencakar secara lunak bagian-bagian peka
istriku yang berada di bahu, ketiak, buah dada berikut puting susunya.
Istriku langsung terbang ke-awang-awang.
Matanya setengah tertutup membeliak ke atas menyisakan bagian putihnya.
Desahan nafas, erangan dan rintihan halusnya mulai terdengar sangat
erotis. Di tempatku, tetap dengan kobaran iri dan cemburu yang luar
biasa aku blingsatan mengelusi tonjolan kemaluanku dalam celanaku. Aku
juga mendesah pelan menahan gejolak darah syahwatku yang menyala-nyala
dalam sakit dan cemburu itu.
Ketika tangan-tangan berbulu Ramon terus mengelusi perutnya, bahkan
kemudian turun untuk mengelusi CD Armani, terdengar lenguh panjang,
"Aahh.. Yaacchh..", dari bibir istriku. Rasanya Surti sudah mulai memasuki keadaan "trance".
Sementara dengan ketat tangannya mempererat pelukannya pada tubuh pria
anggun Ramon itu, pagutan panas bibirnya tak henti-hentinya ber-kecipak
dalam lumatan-lumatan berkesinambungan. Dia ber-gelinjang dan
menggeliat-geliat-kan pinggulnya menahan derita nikmatnya.
Ramon melepaskan ciumannya dan menggiring lidah serta bibirnya turun ke
leher, kemudian ke dada. Dengan hidungnya yang mancung itu dia dorong
tepian BH Armani istriku hingga buah dadanya yang bak bukit surgawi itu
menyembul ranum membawa pesonanya. Bibirnya langsung mengisapi lingkaran
pentil-pentilnya. Tentu saja tanpa tertahankan lagi Surti kontan
mengaduh kecil dan menggeliat-geliatkan dadanya.
Melihat reaksi yang demikian dari Surti, Ramon semakin bernafsu dan
meningkatkan serangannya. Jari-jari tangannya merambati celah CD Surti
dan menyusup merabai bibir kemaluan istriku itu. Antara mengelus,
memelintir dan menusuk-nusuk halus, jari-jari yang relatip cukup gede
dan panjang itu benar-benar memberikan kenikmatan tak bertara kepada
istriku.
Aku ikut gelagapan, sesak nafasku menyaksikan reaksi istriku..
Serangan Ramon berlanjut dengan ciuman dan gigitan kecil di permukaan
perut Surti. Secara spontan istriku ini meraih rambut Ramon dan meremasi
dengan penuh gereget birahi. Desahannya makin panjang dan nyaring.
Rasanya dia tak lagi mempertimbangkan aku sebagai suaminya yang juga
berada di dekatnya.
Dalam gelegak penuh iri dan cemburu ini justru rasa kenikmatanku hadir
melihat apa yang aku saksikan kini. Kemaluanku sangat membengkak. Pasti
"precum"ku sudah membanjir pula. Aku menikmati secara seksual "rasa
takluk" pada lelaki macam Ramon ini. "Rasa takluk" itu merambati dan
menelikung diriku untuk bertekuk lutut pada keperkasaannya yang bisa
membuat istriku tunduk mengikuti gejolak nafsunya. Rasanya "rasa takluk"
macam itu bisa membuat aku "rela" di rendahkan ataupun di hinakan.
Diinjak kepalakupun aku "rela". Dan "rela"-ku itu merupakan bentuk
nikmat nafsu birahi yang merambati aku saat ini. Ciuman Ramon turun
lagi. Rambut kemaluan istriku yang sudah mulai tersentuhya dia jilati
dan isap satu-satu. Remasan tangan istriku semakin keras dan menyakitkan
kepala Ramon. Dia menyeringai tetapi tidak mengendorkan serangannya.
Akhirnya bibir Ramon mulai menggarap bibir vagina Surti. Kali ini tak
terbendung lagi. Surti melonjak-lonjakkan pantatnya, melepaskan
tangannya untuk berpindah menariki dan meremasi sprei hotel hingga
tempat tidur itu menjadi awut-awutan. Teriakkan histeris erotiknya tak
lagi terkendali. Suara gaduh memenuhi kamar bintang 4 yang kedap suara
itu.
Aku juga ikut gaduh dalam emosiku. Keringatku mulai mengucur kepanasan
walaupun berada dalam ruang AC yang dingin. Aku ikut kelimpungan sambil
terus melotot mengamati si Ramon terus meningkatkan jilatan dan
lumatannya.
Aku jadi sadar.. Aku menyadari apa yang Ramon lakukan itu tak pernah aku
berikan pada istriku. Aku bisa mengerti apabila reaksi dan akibatnya
menjadi demikian erotis sensasional baginya.
Ah.. Betapa aku egois, kurang tanggap dan tak mau melakukan inovasi. Dan
akhirnya pengalaman nikmat tinggi macam itu justru didapatkan dari
orang lain.
Kegaduhan oleh desah dan rintihan histeris berkesinambungan memenuhi
kamar hotel itu. Keringatku semakin deras mengucur. Kini jilatan Ramon
berubah menjadi tusukkan-tusukkan lidah yang berusaha menembusi rongga
vagina Surti bak ikan moa yang mencari sarangnya. Secara reflek dan
otomatis istriku meregangkan pahanya sehingga Ramon menjadi leluasa
melumatkan bibir dan lidahnya untuk menembusi vaginanya. Bahkan tangan
Ramon kini juga sedikit mengangkat tungkai kaki kanan Surti sampai
bibirnya benar-benar mampu menyedoti seluruh bibir vaginanya. Tetapi
sesaat kemudian.. Tiba-tiba Ramon menghentikan serangannya dan bangkit.
Dia bangun naik ke bantal dan merangkulkan tangan kanannya ke bahu Surti
untuk kemudian kembali melumati bibir isteriku. Sementara itu tangan
kiri Surti jatuh ke pinggul Ramon dekat dengan kemaluan Ramon yang sejak
tadi sudah lepas dari CD-Jourdan-nya.
Dengan sedikit menggulirkan badannya tangan Surti sudah langsung
menyentuh kemaluan Ramon yang gede dan panjang itu. Agak kaget Surti
menyentuhnya.
Mungkin dia tidak membayangkan bahwa penis Ramon segede itu. Aku sendiri
juga demikian. Hal itu tidak sesuai yang tertera di iklannya. Aku kira
alat vital itu setidaknya berukuran 20 cm dengan bulatan yang 5 atau 6
cm. Aku deg-deg-an melihat adegan itu. Apa yang akan terjadi nanti.
Sementara Ramon sendiri rupanya sudah juga sangat terhanyut. Sudahlah..
'que sera-sera'.. Terjadilah apa yang akan terjadi..
Ternyata Surti menjadi sangat bergairah. Dengan tetap melayani pagutan
bibir Ramon pada bibirnya dia raih kemaluan Ramon itu. Jari-jari
lentiknya mengurut-urutnya.
Sungguh suatu pemandangan yang sangat erotis dan penuh sensasi.
Kelembutan jari-jari putri ningrat itu mengelusi batang kemaluan kasar
penuh otot milik si Ramon.
Surti napak demikian merasakan bagaimana batang itu dalam genggamannya.
Dia rasakan gede panjangnya. Dia rasakan kerasnya. Dia rasa-rasakan
denyut-denyutnya.
Aku pastikan Surti sedang berusaha melupakan bayangan pada suaminya,
aku, yang tak mungkin memberikan pesona erotik yang saat ini sedang
dalam rengkuhannya.
Surtii.., aku relaa.. Koq, begitu tangis hatiku yang juga sensasi birahi
yang melanda aku. Ya.. Suatu paradoks sedang melanda diri dan
kepribadianku.
Tangan Surti terus mengurut-urut penis itu dengan gemas sementara bibir dan lidahnya terus merespon aktif lumatan bibir Ramon.
Kali ini Ramon menunjukkan kehendaknya. Ditariknya tubuh Surti hingga
menindih tubuhnya. Dia sorong kebawah kepala dan bibir Surti agar
menciumi lehernya, agar juga merambati dadanya. Dia remasi rambut Surti
untuk membangkitan gairahnya. Dia ganti yang mengerang untuk memacu
libido istriku. Ramon ingin istriku melakukan sebagaimana dia telah
lakukan padanya pula. Dia ingin Surti menciumi seluruh tubuhnya. Dan
Surti, istriku ini.., dia melakukan hal yang tak pernah dia lakukan
kepadaku.
Dia seakan berubah jadi cheetah Afrika yang lapar. Mungkin dia
benar-benar telah mabuk tenggelam dalam birahinya, dengan ganasnya dia
gigit dan lumati dada Ramon hingga kuyup dengan air ludahnya. Bulu-bulu
halus di dada itu membuat Surti bak ular kobra yang meliuk-liuk melata
di bukit savanna yang penuh rerumputan itu. Ohh.. Surtii.., istrikuu..
Oouuhh.. Ternyata kk.. Kamu.. Bb.. Bisaa.. Y.. Yyaa..
Orgasme pertama..
Ciumannya merangsek liar ke perut. Puser Ramon dijilati dan di
kecupinya. Rambatan bibirnya terus menelusur ke bawah hingga daerah
kemaluannya. Nampak penis Ramon mencuat tegak kaku mengganjal hingga ke
bahunya. Tangan Surti menyibak rambut-rambutnya itu kemudian
menenggelamkan wajah cantiknya ke belantara jembut di selangkangan
Ramon. Terdengar kecipak bibir lembutnya pada setiap melepaskan
kecupan-kecupannya.
Erangan Ramon, "Ampun Jeng.., ampuunn.." membuat Surti tak menghitung
nilainya lagi sebagai perempuan darah biru. Kepalanya terkadang
bergeleng-geleng cepat saat menyedot-nyedot selangkangan kanan maupun
kiri milik Ramon itu.
Dengan tangan kirinya yang terus menahan kemaluan menuju ke arah perut
itu, bibir dan lidah istriku ini merambat ke bola-bola pelir Ramon.
Dikulumnya, dijilati dan diisep-isepnya dengan penuh rakus.
Emosi syahwatku terseret kesetanan. Kuperosotkan sendiri celanaku.
Kubetot penisku dari CD. Tanganku mengocokinya dengan bergegas-gegas.
Aku ditimpa ledakan nafsuku sendiri. Dalam bara iri dan cemburuku apa
yang dilakukan istriku pada Ramon dan apa yang Ramon terima dari lahapan
istriku pada penisnya membuat aku tergetar.
Ah.. Sangat paradoks.. Iri dan cemburuku berbarengan dengan dorongan syahwatku untuk mengeluarkan desahan juga,
"Terus Surtii.. Teruss.., Masmu ini, suamimu, pengin menyaksikan kamu melahapi seluruh tubuh Ramon, Surtii.., teruus..".
Ternyata Surti memberi lebih banyak. Dia angkat tungkai kaki Ramon
hingga posisi pahanya menempel ke dadanya. Dengan demikian arah anal
Ramon menjadi terbuka. Kini dengan hidung, bibir dan lidah Surti
berusaha "nyungsep" ke lubang anal itu.
Dia jilati bukit kecil dibawah pangkal kemaluan Ramon dan.. Berusaha
untuk terus ke bawah lagi. Ramon dibuat "kelimpungan". Kegatalan
syahwatnya melanda dengan hebat. Dia mengangkat lebih tinggi pantatnya
hingga Surti benar-benar bisa menjilat dan menyedoti anusnya.
Ah, sungguh pemandangan yang sama sekali tak terbayangkan olehku
sebelumnya. Lihatlah, Surti si perempuan jelita itu benar-benar
menampilkan ke-jalangannya. Dengan berbungkuk-bungkuk dia terus
menggerakkan kepalanya mengikuti rambatan lidah dan bibirnya merengkuh
kerutan-kerutan anus Ramon.
Kini suara erang Ramon berpadu dengan nafas memburu Surti. Dan.. Oh,
rupanya Surti diburu oleh birahinya. Dia merubah posisi. Dia tarik
kembali dan rebahkan kaki Ramon untuk ditindihnya. Dengan mulutnya yang
kini menyerang kemaluan Ramon dengan mengkulum dan mengisapinya,
vaginanya digosok-gosokkannya ke dengkul Ramon.
Aku menyaksikan betapa istriku ini sepertinya ahli bagaimana membawa
pria terbang ke awang-awang. Aku heran darimana dia belajar. Mungkinkah
dari BF atau VCD yang sering kami tonton bersama?! Dan yang lebih heran
lagi keahliannya itu tak pernah dia berikan untukku yang suaminya. Ah,
Surtikuu..
Secara khusus aku menyaksikan bagaimana perlakuan bibir dan lidah Surti pada kemaluan Ramon.
Lidahnya merambati pangkal hingga batangnya, kemudian saat mencapai
kepalanya tangannya menggerakkan agar posisi kepala itu dalam jangkauan
jilatan sebelum akhirnya seluruh bibirnya mencaplok kepala yang memenuhi
mulutnya itu. Dia lakukan hal itu ber-ulang-ulang sehingga Ramon jadi
kelojotan.
Sesudah itu dia konsentrasikan mulutnya untuk memompa dan sekaligus
tubuhnya terus bergoyang menggeliat menekan dan menggosok-gosokkan
vaginanya pada tonjolan lutut Ramon dengan frekwensi yang cepat sekali.
Ketika kecepatannya semakin bertambah Surti mengeluarkan erangan erotis
yang menandai hadirnya kenikmatan yang melanda seluruh saraf-sarafnya.
Rasanya Surti sedang sekarat menjemput orgasmenya. Dan benar. Dengan
raungan bak cheetah yang lapar tadi, Surti meraih orgasmenya. Si jelita
itu menggeram. Tangannya yang cantik dengan jari-jarinya yang lentik
meraih seprei dan apa saja yang bisa diraihnya, menarik-narik
acak-acakan seakan hendak merobek-robeknya.
Hal itu berlangsung sekitar 30 detik sebelum akhirnya dia rebah. Rubuh.
Sepi. Kecuali tarikan nafas-nafas yang panjang dari kedua insan itu.
Hebat.
Ternyata Surti bisa mendapatkan orgasmenya sebelum kemaluan Ramon
menembusi vaginanya. Orgasme itu dia raih berkat obsesi dan timbunan
syahwat yang selama ini tak tersalurkan.
Dengan perasaan yang semakin iri, cemburu dan penasaran, merasakan
ketidak mampuanku, aku sendiri langsung duduk terjengkang ke lantai.
Penisku mengangguk-angguk. Tanpa kuharapkan sebelumnya, spermaku yang
tak mampu kutahan muncrat-muncrat.
Aku juga mendapatkan orgasmeku. Beberapa saat mereka diam. Aku juga ikut diam.
Surti setengah merem kemudian melek melihat langit-langit. Menerawang
jauh akan apa yang baru terjadi. Dia merasakan betapa birahi yang
melandanya membuat dia lupa segalanya. Sepintas dia menengok ke pintu
kamarku. Ke arahku. Yang nampak pasti hanyalah celah yang gelap. Aku
sendiri juga dalam posisi terbengong-bengong.
Mereka berdua menggunakan jeda ini untuk istirahat sejenak. Surti turun,
tetap telanjang, menuju ke lemari es yang tersedia. Dia buka dan ambil
minuman dingin kalengan. Diambilnya 1 lagi untuk Ramon. Mereka istirahat
di tepian tempat tidur. Masih sempat istriku mencium bibir Ramon sambil
saling melepaskan senyuman. Aku jadi ikut haus. Aku juga perlu minum.
Kuikuti langkah Surti. Kuambil minuman kalengan dari lemari es di
kamarku.
Etape 2..
Tidak sulit bagi Ramon untuk kembali memulai pertarungan baru. Dia
professional dan sangat kreatif disamping inovatif. Sesudah sejenak
istirahat, sementara istriku masih duduk ditepian tempat tidur, dia yang
belum menikmati datangnya orgasme secara aktif memulai dengan turun dan
merebahkan diri tepat di bawah kaki Surti di karpet kamar yang bersih
itu.
Dia renggut kaki yang ranum dan bersih itu. Dia jilati telapak kakinya,
kecupi dan kulum jari-jarinya yang lentik dengan kuku-kukunya yang dicat
kemerahan.
Kontan sepertinya kena sengatan listrik ribuan watt, istriku menjerit
histeris dan berguling ke kasur. Kemudian Ramon dengan buasnya
menggigiti tumitnya yang mungil bak telur puyuh itu.
Jilatannya liar menjalar menuju betis-betisnya di tungkai kanan dan
kiri. Kembali Surti berguling-guling menahan erotismenya. Nafas istriku
terdengar ngos-ngosan menahan derita nikmat syahwatnya.
Dengan cepat diraihnya kepala Ramon agar melepaskan kakinya. Tetapi itu
tidak sungguh-sungguh. Dia bukannya menarik, tetapi lebih tepat justru
menahan dengan cara meremasi kepala itu. Istriku ini nggak akan
melewatkan setiap sensasi erotik yang sedang dia alaminya.
Dari betisnya, Ramon menggulingkan tubuh Surti hingga posisinya setengah
tengkurap. Dia kejar lipatan lutut bagian belakangnya dengan jilatan
dan gigitan kembali. Kembali aliran listrik menjalari tubuh Surti. Dia
mengerang dengan setengah menangis karena nikmatnya.
Sekali lagi aku ingat diriku yang egois ini. Apa yang dilakukan Ramon
tak pernah sedikitpun terpikir olehku. Aku jelas telah kehilangan
momentum yang sangat penting bagiku di depan istriku ini. Dasar
pecundang..
Ciuman Ramon kembali menjalar merambati pahanya. Serasa berjuta
semut-semut menyerang Surti saat bulu-bulu kumis dan rambut-rambut tajam
di pipi Ramon merambah pahanya yang sangat halus itu.
Ciuman Ramon melaju menuju arah belakang pangkal pahanya. Surti berusaha
bangun kemudian terjerembab, lagi-lagi bangun dan kembali terjerembab.
Rupanya itu disebabkan tak mampunya menahan gelora syahwatnya yang
terdongkrak akibat ulah Ramon ini. Perasaannya bagai dipermainkan
gelombang samudra. Kini Ramonlah yang membangunkan Surti.
Ah, tidak. Bukan membangunkan tetapi menarik pinggul Surti hingga
berposisi menungging. Hal ini adalah sebagai kelanjutan ciuman dari arah
belakang pangkal pahanya yang merambat ke gundukkan pantat Surti.
Dengan posisi ini Ramon menjadi leluasa untuk meneruskan ciuman dan
jilatannya lebih ke atas menuju anus istriku.
Dengan bertumpu siku tangannya pada kasur serta menaruh kepalanya pada bantal Surti menungging sempurna.
Ramon dengan ganas menjilati bokong dan dubur Surti. Hal ini mungkin
untuk mengimbangi istriku yang sebelumnya juga menjilati pantatnya. Aku
lihat bagaimana Surti menerima ini dengan amat tersanjung. Dia melenguh
seperti anak lembu. Tangannya menggapai-gapai ke belakang berusaha
meraih kepala Ramon. Dan saat didapatnya, ditariknya kepala itu agar
tenggelam lebih dalam ke pantatnya. Duhh.. Pasangan yang saling mengerti
iramanya gejolak syahwat.
Ternyata situasi berikutnya ini membuat Surti lebih tenang. Dia nampak
sangat menikmati apa yang Ramon berikan. Dan Ramon terus bergerak..
Direbahkannya kembali tubuh Surti dan ditelentangkannya. Diangkatnya
lutut istriku agar melipat dengan telapaknya duduk di kasur. Ramon
menggeser tubuhnya untuk merangkul paha itu dan mulai dengan
menjilatinya.
Gerakan Surti menjadi lebih terkendali lagi saat bibir Ramon menangkap
bibir vaginanya. Kini dengan halus dan penuh belaian Ramon menjilati
vagina Surti. Yang kudengar adalah rintihan yang sayup-sayup keluar dari
mulut isteriku. Surti menikmati belaian lidah Ramon di vaginanya.
Terkadang berteriak kecil. Mungkin lidah itu menyentuh G Spot-nya.
Adegan berikutnya adalah Surti yang menarik tubuh Ramon untuk menindih
tubuhnya. Kembali kedua bibir mereka berpagutan. Tangan Ramon memainkan
jari-jarinya pada klitoris istriku sesaat untuk kemudian merogohi lubang
vaginanya.
Bokong Surti naik turun untuk menjemput jari-jari Ramon agar menusuki lebih dalam lagi.
Surti mengeluarkan jeritan kecil dan desahan,"Acchh.. Nggak tahaann..
Ayoo Mass, aku tak tahan lagii.." sambil pantatnya terus menerus naik
turun.
Tahu bahwa sudah saatnya senjata utamanya dilepaskan Ramon bergerak
mendaki tubuh Surti dan Surti secara refleks merentangkan paha kiri dan
mengangkat paha kan ke bahunya.
Kini saatnya kusaksikan detik-detik kerinduan istriku Surti akan penis gede yang menembusi vaginanya akan kesampaian.
Tangan Ramon meraih kemaluannya yang gede panjang itu dan mengarahkan
tepat pada lubang vagina Surti yang telah siap menerimanya.
Dieluskannya kepala penisnya pada celah vagina itu untuk mendapatkan
cairan pelumas dari vagina istriku. Dan kemudian.. Mulai nampak ada
dorongan.. Dan dorongan.. Dan sekali lagi dorongan.. Dan bleezz..
Blezz..
Istriku yang menyeringai tidak sama sekali kehilangan ke-ayu-annya. Dia
sama sekali tidak menunjukkan semacam rasa was-was. Justru dia nampak
sangat menantikan saat-saat ini. Penis sebesar itu mungkin akan menyobek
vaginanya. Sesaat dia nampak kesakitan. Yaa.. Dia kesakitan..
Aku juga agak panik menyaksikannya..
Surti menjerit.. Mengaduuhh.. Minta ampuunn.. Amppuunn..
Tetapi dorongan Ramon tak pernah terhentikan hingga akhirnya batang gede
dan keras sepanjang 20 cm itu masuk amblas kelubang vagina istriku.
Bukan main.
Aku sempat menyaksikan bagaimana bibir vagina Surti melesak terbawa masuk saat penis Ramon menembus vaginanya.
Dengan tangannya Ramon merangkul paha dan bibirnya menciumi kaki istriku dan mulai memompa.
Penisnya berayun keluar dan masuk menembusi vagina, "Ohh.. Yaacchh.. Yeezz..".
Vagina Surti mencengkeram dengan kuat setiap tusukkan dan tarikan penis
Ramon, akibatnya bibir itu nampak terbawa keluar dan masuk mengikuti
iramanya tarikan dan tusukkan.
Semakin banyak Ramon memompa, semakin naik gelinjang syahwat Surti. Kini
nampak kepala Surti menggeleng ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan.
Aku sangat tahu, selama 15 tahun ini aku nggak pernah mampu memberikan kenikmatan sebesar itu.
Surti sendiri merasakan hal yang sangat dahsyat. Dinding kemaluannya
menjadi demikian mengetat. Rasanya saraf-saraf erotiknya menciptakan
jaring yang saling kompak untuk menjepit batangan penis Ramon. Dan
hasilnya bagi Ramon maupun Surti adalah rasa sangat legit.
Dalam mengayun atau memompa Ramon memiliki "sense"yang hebat. Terkadang pelan dan pelan sekali, kemudian cepat dan cepat sekali.
Permainan yang silih berganti ini memberikan sensasi erotik untuk
syahwat Surti. Dan akibatnya ada semacam rasa haus yang melandanya.
Inilah yang disebut sebagai kehausan erotik.
Efek kehausan erotik itu membuat Surti limbung dan memerlukan media
untuk penyaluran. Misalnya meremasi kain sprei, atau mencakari lawan
seksualnya, atau menggigit bantal. Ramon tahu apa yang saat ini
menyerang Surti. Dengan cepat diulurkan jari-jari tangannya ke mulut
Surti. Dan benar. Dengan cepat mulut Surti mengulum dan mengemuti
jari-jari dan jempol Ramon. Macam anak orok yang menangis dan diam saat
diberi dot, Surti menjadi lebih tenang walaupun terus merintih dan
berdesah.
Sejenak kemudian Ramon mencabut penisnya dari kemaluan istriku, kemudian
menurunkan kaki dari pundaknya. Dia merubah posisi. Ditariknya tubuh
Surti ketepian kasur kemudian kembali mengangkat tungkai kaki Surti,
kali ini ke-dua-duanya, kembali ke bahunya. Dengan posisi ini penis
Ramon kembali menembusi vagina istriku secara lebih melesak ke dalam
lagi. Dan saat pertama kemaluan itu masuk, istriku sempat menjerit.
Mungkin sekali disebabkan kemaluan panjang itu langsung menyentuh
G-spotnya.
Kemudian yang kulihat Ramon kembali mengayun-ayun dan memompa secara
ritmis. Surti mengimbangi pompaan Ramon dengan goyangan dan geliat
pinggulnya.
Sungguh keduanya nampak serasi dalam kerjasama mengayuh samudra nikmat
yang bertara itu. Tiba-tiba Surti bergerak agresip. Dia bangkit dari
kasur. Ditariknya lengan Ramon agar dia ganti yang telentang.
Surti naik menindih tubuh Ramon. Dengan duduk mengangkangi, dia raih
kemaluan Ramon dan diarahkannya memasuki vaginanya. Dan.. Blezz, batang
20 cm itu langsung tenggelam dalam jepitan ketat vagina Surti.
Kini Surtilah yang bergerak seperti memompa. Gerakan Surti persis
seperti orang mencuci di penggilesan. Bedanya adalah, kalau tukang cuci
mendorong tangannya yang maju mundur untuk menggilas pakaian yang
dicucinya, tetapi Surti mendorong dan kemudian menarik pantatnya untuk
menarik dorong vaginanya menggilas kemaluan Ramon.
Dengan cara itu kemaluan Ramon langsung menyodoki G-spot Surti.
Perubahan posisi ini rupanya merupakan obsesi Surti dalam upaya
menikmati secara maksimal penis Ramon. Aku yang menyaksikannya dari arah
belakang melihat bagaimana bibir vagina Surti nampak ketat sesak keluar
masuk mengikuti keluar masuknya penis segede itu.
Dengan tambahan inisiatip Ramon yang menggoyang naik turunkan pantatnya,
sempurnalah harapan Surti dalam mengarungi samudra nikmat itu. Nampak
keduanya saling berpacu mengejar puncak-puncak syahwatnya.
Dan kembali kulihat Surti berada diambang orgasmenya. Dia ayunkan
kepalanya ke depan dan ke belakang atau ke kanan dan kekiri sehingga
rambutnya yang panjang itu terlempar sana sini seperti rambut penyanyi
rock yang sedang kesetanan.
Keringatnya nampak mengalir dalam dinginnya AC kamar. Surti benar-benar
mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggapai kepuasannya.
Bermenit-menit telah lewat, gerakan mereka tidak nampak mengendor. Aku
yakin Surti mendapatkan multi orgasme. Mungkin orgasme beruntun yang
sangat panjang. Dan dia belum akan berhenti.
Berikutnya kembali Ramon yang ganti mengambil peranan. Dipeluknya Surti.
Dipagut tengkuknya. Ramon menggeser tubuhnya ke arah punggungnya. Dia
dorong Surti hingga merangkak. Ramon asongkan penisnya menembusi
kemaluan Surti dari arah belakang. Anjing kawin, itulah gaya yang mereka
lakoni sekarang.
Dan Ramon kembali mulai memompa dari arah belakang. Surti kembali
melempar-lemparkan rambutnya yang panjang itu. Duhh.. Betapa
cantiknyaa.. Banowati ini..
Dalam telanjang dan mengkilat karena keringatnya, Surti menggeliat dan
memaling-malingkan mukanya atau mengantuk-antukkan kepala dan
melemparkan rambutnya ke depan dan kebelakang. Sungguh sebuah
pemandangan yang sangat mendebarkan dan amat erotis. Hingga akhirnya
Ramonlah yang kewalahan.
Dia mempercepat pompaannya dan berteriak ke Surti, "Acchh.. Surtii.. Akuu mauu keluarr..".
Dan yang kemudian aku saksikan adalah benar-benar sama sekali di luar perkiraanku. Dan itu sangat memukul harga diriku.
Teriakan Ramon itu disertai dengan menjambak rambut istriku dan kemudian
seakan memaksa rebah telentang ke kasur. Dan dengan sigap Ramon
bergerak mengangkangi Surti dengan dengan tetap menjambak rambutnya,
menekan kepalanya ke kasur dan mengasongkan penisnya yang nampak
berurat-urat itu ke mulut istriku.
Semula aku pikir Surti pasti akan menghindar dan menolaknya. Aku tahu
persis dia sangat geli atau jijik untuk cara macam itu. Tetapi apa yang
terjadi. Dia sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda perlawanan.
Bahkan saat ujung penis Ramon menyentuh bibirnya langsung terbuka.
Lidahnya menjulur-julur siap menerima apa yang akan tumpah ke mulutnya.
Matanya nanar mengamati seluruh sosok Ramon. Mata yang haus dalam
penantian.
Dan dengan suara seperti teriakan kemenangan gorilla jantan, Ramon
memuntahkan spermanya ke mulut Surti istriku ini. Nampak sesaat istriku
gelagapan dan cairan-cairan sperma meleleh keluar dari mulut mungilnya
itu.
Berkali-kali batang penis itu mengangguk-angguk setiap kali air mani itu
menyemprot. Dan istriku ternyata dengan lahapnya menerimanya. Sungguh
aku tak berpikir bahwa Surti akan minum sperma.
Apalagi sperma orang lain. Dia tak pernah menunjukkan gejala suka pada
hal tersebut. Bahkan ketika nonton BF ataupun VCD dia selalu mau muntah
kalau menyaksikan adegan macam itu. Tetapi kali ini, apa yang membuat
dia menjadi demikian lain.
Adakah aku yang baru tahu..?!
Dan ketika penis itu memuncratkan berliter-liter sperma, Surti
melahapnya dengan rakus. Bahkan yang tercecer di dagu, pipi, susu dan
tangannyapun masih dia colek dan jilati. Benar-benarr.. Deh si
Surtikuu..
Ramon langsung telentang kecapaian. Mereka telah bekerja keras untuk
kepuasan yang mereka dapatkan. Surti bangun dan kembali mengambil
minuman dingin yang disertai makanan kecil, nampaknya sebungkus coklat.
Yaa.., itu akan cepat menyegarkan dan memulihkan tenaga mereka. Dia
ambil juga untuk Ramon.
Saat itu Surti melihat ke arahku dan kemudian melangkah. Aku buru-buru
loncat ke ranjang berpura-pura tidur. Dia melongok ke ranjangku sesaat
untuk kemudian balik keranjangnya. Aku yakin dia tidak percaya kalau aku
tidur.
Dia tahu aku dan membiarkan aku bebas memilih apa mauku. Dia tak mau
menggangguku yang bisa-bisa mengganggu kenikmatan-kenikmatan yang akan
dia raih berikutnya.
Beberapa saat kemudian kudengar kembali kecupan-kecupan lembut. Ah..,
mereka telah meraih staminanya kembali. Babak-babak lanjutan akan
kembali berlangsung. Sesudah aku juga ikut minum dan makan coklat aku
kembali ke "connecting door" untuk menyaksikan babak-babak lanjutan ini.
Malam itu mereka bergelut hingga menjelang pagi. Entah berapa kali
mereka melakukan persetubuhan. Kulihat Surti berbelas kali meraih
orgasmenya. Dia menemukan pengalaman yang orang sebut "orgasme beruntun"
atau multi orgasme.
Dia benar-benar bak kuda liar atau cheetah yang lapar. Dan yang lebih
aku herankan adalah Ramon yang tetap saja tegak dan tegar melayani
istriku di ranjang penuh nafsu itu. Bagaimana kemaluannya tetap saja
tegak dan berkilat-kilat untuk terus memberikan kesempatan pada istriku
meraih kepuasannya.
Aku sendiri sudah roboh kehabisan spermaku. Aku melakukan berkali-kali
onani sambil menyaksikan persetubuhan istriku dengan lelaki itu. Batang
dan ujung kemaluanku kini berasa sangat pedih dan panas. Aku nggak tahan
lagi menyaksikan mereka hingga usai. Aku rebah ke ranjang walaupun
tidak tidur. Segala iri dan cemburuku pupus menerima kenyataan yang
terus berlanjut.
Istriku belum bangun saat Ramon muncul di kamarku dalam keadaan sudah
berpakaian rapi. Dia minta maaf untuk pergi lebih awal. Dia bilang
istriku pasti sangat lelah dan membiarkannya tetap tidur. Aku memahami.
Kusodorkan amplop imbalan jasa padanya.
Aku bilang, "Kamu hebat. Apa resepnya?", yang hanya dijawab dengan senyuman sambil menerima amplopku.
Saat di ambang pintu dia berbalik dan berbisik padaku. Nafsu syahwat
istriku sangat besar. Jangan heran atau kaget kalau istriku akan minta
lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti semalaman ini.
Mungkin akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang.
Ah, gayanya macam konsultan psikolog saja. Dia juga pesan sebaiknya
jangan lagi panggil dia untuk menghindari tumbuhnya kontak batin yang
bisa berkembang menjadi saling terikat. Dia juga tawarkan padaku, kalau
diperlukan dia bisa memberikan beberapa alamat pria yang memberikan jasa
macam dia.
"Jangan khawatir. Mereka adalah orang-orang yang sehat, santun dan
rata-rata cukup terpelajar", katanya sepertinya mempromosikan usahanya.
Istriku baru bangun jam 8 pagi. Dia bilang lapar dan minta aku untuk
pesan makanan ke room service. Kami tidak banyak bicara pagi itu. Aku
sendiri berlagak "everything is OK".
Sesudah mandi dan makan kami keluar dari hotel. Surti langsung jalan ke kantornya.
Ah.., Jakarta terus bergulir dalam keriuhan paginya. Kemacetan jalan-jalan nampak menelan seluruh jalanan metropolitan ini.
Segalanya berlangsung sebagaimana hari-hari yang lain. Segala luka dan duka seakan terhapus dalam keriuhan ini.
Di kantor aku langsung tenggelam dalam tugas rutinku. Saat jam makan
siang istriku menelpon, "Sudah makan, Mas? Makan apa? Enak?",
demikianlah se-akan tak ada yang istimewa telah terjadi.
Yah, memang. Bagi Metropoiltan Jakarta, tak banyak yang istimewa
terjadi. Kini yang sering datang dalam benakku adalah bisikkan Ramon
saat di ambang pintu hotel itu, yang agar tidak heran atau kaget kalau
istriku akan minta lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti
semalaman ini.
Akan halnya aku sendiri mungkin mengalami semacam "methamorphose".
Rasanya kini aku berubah untuk lebih bisa menerima kenyataan. Atau lebih
tepatnya, "lebih bisa menikmati kenyataan".
Bahkan, diam-diam akulah yang ketagihan. Kapan lagi bisa menyaksikan
Surti isteriku digauli orang lain dengan penuh nikmat syahwat? Kapan
lagi aku bisa mendengar rintihan atau desahannya saat menanggung derita
birahi?
Kapan lagi aku bisa menyaksikan bibir mungil dan lidah cantik isteriku
menjilat dan menciumi penis gede lelaki lain? Dan bahkan kemudian minum
sperma yang muntah di mulutnya? Kapan lagi aku bisa menyaksikan
bagaimana kemaluan si jelita yang sempit itu ditindas dan libas oleh
penis segede Ramon punya itu? Ah.. Kapan lagi..??